Tafsir Tematik

BElajar Metode Tematik

Termonologi tafsir tematik

Beragam tafsir tematik terlahir menunjukkan metode tematik sangat digemari para pegiat akajian Alquran bby @mwiyonoID

Al-Qur'an Shalih li zaman wa makan

Al-Qur'an, ayat-ayatnya statis tidak bertambah dan tidak berkurang, namun penafsirannya terus berkembang by @mwiyonoID

Ajarkan al-Qur'an Sejak Dini

Meskipun tidak tahu maknanya, bacaan al-Qur'an tetap bermanfaat bagi pembaca dan pendengarnya by @mwiyonoID

Panorama Indah

beragam warna by. @mwiyonoID

Biasakan Menulis

Baca-tulis adalah perintah yang muncul di awal-awal turunnya ayat Alquran by @mwiyonoID

Tuesday, September 19, 2017

Keburukan Zina dan Hukumannya

Zina berasal dari kata zanā-yaznī, kata ini terulang di dalam al Qur'an sebanyak sembilan kali. Pengertian zina sebagaimana al-Syatibi, mendefiniskan hubungan setubuh dengan perempuan (orang yang baligh) tanpa ikatan pernikahan yang sah. Menurut Ibnu Rusyd pengertian zina adalah persetubuhan yang dilakukan bukan karena ikatan nikah yang sah/semu nikah dan bukan karena pemilikan hamba sahaya. Adapun hubungan melalui jalur belakang (dubur) dianggap sebagai perbuatan zina secara praktiknya. Meskipun demikian, keduanya dianggap sama dengan perbuatan zina.

Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan keburukan zina dan hukumnya, antara lain menjelaskan secara historis bahwa prilaku zina sudah dikenal sebelum Islam datang, sebagaimana perbuatan buruk lainnya seperti pencurian dan mabuk-mabukan. Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya, zina merupakan perbuatan yang merusak kehormatan manusia, tidak saja karena merugikan psikologis tapi juga berpengaruh kepada anak yang dilahirkan, karenanya wajar mendapat hukuman berat. Adapun nasab anak perzinahan ada dua pendapat, Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat, bila anak tersebut lahir setelah enam bulan perkawinan Ibu dan Bapaknya, maka dinasabkan kepada ibunya saja. Karena di duga ibunya telah berhubungan badan dengan orang lain. Implikasinya, tidak ada hukum waris antara anak zina dengan ayahnya. Menurut Quraish Shihab, Sementara ulama’ ada yang berpendapat, bahwa kelak dihari kiamat seorang anak akan dipanggil dinisbatkan kepada ibunya, hal itu dapat dipahami dari kata imam yang berasal dari kata umm yang berarti ibu.

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (QS. al-Isra’:71)

Zina membunuh jaringan masyarakat, karena akan merusak jaringan nasab seseorang, menebar penyakit, mengancam urgensitas berkeluarga, dan sederet problem lainnya. Karena dampaknya yang demikian jahat, jangankan untuk melakukan, mendekatinya pun dilarang oleh Agama.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. al Isra`:32)

Dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan, redaksi jangan kamu mendekati zina”, lebih kuat dibanding dengan jangan lakukan zina, karena di dalamnya menyangkut apa saja yang mengarah kepada perbuatan zina. Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf, ayat tersebut dengan redaksi faḥisyah (puncak perbuatan paling kotor), menunjukkan keharaman zina. Terminologi zina juga terkadang disematkan kepada perbuatan zina tangan, zina mata dan lain sebagainya.

Macam-macam Zina dan Hukumannya
a. Zina Mukhson
Praktik perzinahan yang dilakukan oleh orang-orang yang pernah berkeluarga, maksudnya pernah melakukan ikatan pernikahan yang sah, meskipun ia sudah bercerai dengan pasangan lamanya.
b. Zina Ghairu Mukhson
Praktik zina yang dilakukan oleh orang-orang yang belum pernah berkeluarga, dalam arti yang belum pernah melakukan ikatan pernikahan yang sah.

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.

Didahulukan kata zaniyah, karena pada masa itu wanita jahiliyah bangga dengan perbuatan zina. Dalam ayat tersebut hukuman bagi pezina adalah 100 kali cambukan, penjelasan fiqh diberikan ditambahkan dengan hukuman pengasingan diri selama satu tahun, bila yang berzina masih berstatus bujan/perawan. Landasannya adalah hadits Nabi saw.

Dari Ubadah bin Shamit r.a. Rosulullah saw. Bersabda: “Laksanakanlah hukumku, sesungguhnya Allah telah menetpkan bagi mereka yang berzina. Apabila bujang dan gadis (sama-sama belum menikah), hukumlah dera 100 kali dan penjara satu tahun. Apabila janda dan duda (sama-sama sudah kawin) yang berzina, maka hukumannya dera seratus kali dan rajam sampai mati.

Terdapat perbedaan dalam tata cara pelaksanaan hukuman cambuk. Menurut Imam Malik yang didera adalah punggung dan seputarnya serta diharuskan untuk menanggalkan baju. Menurut Imam Syafi’i yang didera seluruh anggota badan, kecuali kelamin dan muka yang harus dihindarkan, yang terkena hukuman harus menanggalkan baju. Menurut Abu Hanifah seluruh anggota badan, kecuali kelamin, muka dan kepala serta penaggalan baju. Sedangkan hukuman rajam, di dalam al Qur'an tidak ditemukan, tetapi ada pernyataan Umar ibn Khattab yang pernah melihat Nabi Muhammad SAW memerintahkan perajaman bagi mukhson.

Mempertimbangkan Kembali Hukuman Rajam
Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara mengenggelamkan tubuh seseorang kemudian dilempari batu berukuran sedang. Hukuman mati bagi pezina sudah dikenal sejak lama, dalam Perjanjjian Lama orang yang kedapatan tidur dengan perempuan yang bersuami maka harus dibunuh, termasuk perawan sekalipun. Dalam al Qur'an tidak ditemukan ayat tentang rajam, namun ada penjelasan bahwa ayat tersebut dihapus (dinaskh) tetapi masih ditetapkan hukumnya. Dikisahkan bahwa hukum rajam pernah diberlakukan kepada Ma`iz ibn Malik yang telah mengaku berzina. Dalam kontek kekinian, masihkah rajam harus berlaku?.

Dalam Kolom yang ditulis oleh Moqsith Ghazali, dalam Demokrasi Project, menjelaskan; pertama, hukum Rajam adalah syar’u man qablana (hukum pra-Islam), dalam hal ini ulama’ berbeda pandangan, sebagian ulama’ berpendapat, bahwa hukum tersebut akan diberlakukan bila tercantum di dalam al Qur'an, bukankah ada yang tidak berlaku seperti hukum membunuh diri bagi orang yang berbuat kezaliman

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Baqarah: 57)

kedua rajam dianggap tidak efektif karena yang bersalah sudah meninggal sebab rajam, ketiga rajam dianggap sebagai hkum yang merugikan kaum perempuan, karena cenderung diikuti oleh rasa tidak tanggung jawab bagi lak-laki yang bisa melarikn diri, apalagi harus menghadirkan empat saksi dan tahu akan proses terjadinya zina tersebut. Pihak perempuan tidak bisa mengelak atas dasar bukti janin yang dikandungnya. Kelompok yang berpegang secara tekstual akan menolak, karena tidak terdapat dalam al Qur'an. Bila kita sepakat bahwa hukum zina adalah perbuatan dosa besar maka sanksi hukum pezina adalah dikurung dalam rumah seumur hidup, sebagaimana firman Allah swt:

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS. an-Nisa’15)

Wednesday, August 30, 2017

Dedikasi Blog Tafsir Tematik


Blog sederhana ini memuat studi kajian tafsir tematik al Qur'an, kajian tematik akhir khir ini sangat diminati oleh para sarjana muslim, terbukti dengan berbagai karya terlahir yang bila disisir lebih seksama maka didalamnya mengandung metode penafsiran al Qur'an dengan menggunakan metode tematik.

Metode tamatik adalah salah satu cara mengungkap isi kandungan al Qur'an dengan pendekatan tema atau kata kunci, asumsi yang dibangun adalah adanya kesatuan tema dalam al Qur'an. Penyajiannya sangat khas melampaui metode metode sebelumnya kurang memuaskan karena bertele-tele, parsial dan penjelasannya bersifat atomistik.

Kehadiran metode tematik diharapkan bisa menggali informasi lebih mendalam dari al Qur'an secara utuh dari berbagai aspek, kebahasaan, historis, budaya Arab pada masa itu, kemudian disinkronisasi dengan kekinian, tujuan yang hendak dicapai dalam penafsiran ini adalah lahirnya produk tafsir yang mampu menjawab problem kekinian. Sehingga adagium Al Qur'an sebagai kita shalih lil zaman wal makan benar benar terwujud secara nyata.
dalam blog ini antara lain berbicara al-Qur'an berbicara tentang ikhlas beramal

Thursday, August 24, 2017

Al-Qur'an berbicara Ikhlas dalam Beramal

Ikhlas secara bahasa berasal dari kata akhlasa-yukhlisu-ikhlās yang berarti jujur, tulus dan rela, sesuai dengan konteks kalimatnya, juga bisa berarti jernih, selamat, sampai, memisahkan diri atau perbaikan dan pembersihan sesuatu. Dalam al Qur'an kata ikhlas terulang 31 kali yang tersebar dalam 18 surat, QS. al-Bayyinah:5, al-A’raf: 29, QS. al-Hijr:40, Az-Zumar: dapat diklasifikasikan secara ringkas
Menurut Muhammad Abduh, ikhlas beragama untuk Allah semata, dengan tidak mengakui makhluk lain ada kesamaannya. Adapaun Imam Ghazali berpendapat, ikhlas adalah melakukan amal kebaikan semata mata karena Allah, 

Perbuatan ikhlas mempunyai peranan penting terhadap sah tidaknya suatu amal perbuatan, paling tidak, ada dua syarat yang harus dijadikan pedoman supaya amal kita diterima oleh Allah oleh Allah, yaitu perbuatan yang dilakukan benar menurut aturan syara’, kemudian amal perbuatan terebut harus bersih, ikhlas semata mata karena Allah swt, terkait dengan tauhid kepada Allah. Dalam al Qur'an Allah berfirman:


الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Ibn Abbas menafsirkan aḥsanu ‘amalan dengan arti paling ikhlas, sedangkan at-Tustari menambahkan dengan penafsiran paling benar dan ikhlas, pendapat yang sama juga datang dari Ibnu Katsir dalam menafsirkan surat al-A’raf: 29

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)". (QS. al-A’raf: 29)

Ibnu Katsir memberikan komentar, bahwa Allah memerintahkan untuk berbuat istiqamah, dengan cara mengikuti ajaran Allah dan rasulnya dengan benar dan ikhlas. Amal perbuatan apapun harus disandarkan kepada Allah sebagai tempat tujuannya, itulah yang disebut dengan beragama secara lurus. Allah berfirman

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. al-Bayyinah: 5)

Ikhlas akan menjadi benteng amal paling kuat, hingga Iblispun tak mampu menembusnya, ayat yang paling jelas terkait dengan hal ini adalah firman Allah.

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (QS. al-Hijr: 39-40)
Pada puncaknya, sifat orang yang ikhlas adalah menghadapkan diri secara murni kepada ajaran Allah dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi, hingga menemui kematiannya,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. al-An’am: 162)


وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (QS. ar-Ra’ad: 22)

Perbuatan yang Merusak Ikhlas
Ikhlas dalam beragama sebagaimana pendapat Muhammad Abduh di atas, ialah membersihkan semua prilaku yang bertendensi selain Allah, beralih dengan berprilaku hanya semata-mata karena Allah, bukan untuk popularitas atau anggapan baik menurut orang lain. Dengan demikian, maka hal-hal yang merusak ikhlas dapat diketahui antara lain riya’, sum’ah, nifaq dan yang terpenting lagi adalah tidak menyekutukan Allah (syirk). 

Riya’ adalah penyakit abstrak, namun dapat dideteksi melalui beberapa tanda; perbuatan baiknya bertambah bila mendapat pujian dan berkurang bila mendapat celaan, tekun beribadah di hadapan orang dan malas bila dalam kesendirian, mengaku amal perbuatannya karena Allah tetapi dalam hatinya mengharap pamrih. Dalam QS. al Baqarah: 264, perbuatan riya’ dapat menyapu amal kebaikan sebagaimana debu diatas batu licin yang disapu hujan.

Sum’ah menceritakan perbuatan baiknya kepada orang lain supaya mendapat simpati dari orang lain, Nifaq adalah perbuatan kebajikan di depan orang banyak supaya orang orang menyatakan bahwa perbuatannya itu benar. Hal terpenting yang merusak ikhlas adalah men-sekutukan Allah swt.

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. (QS. az-Zumar:2)
Semoga bermanfaat…!!


Ciputat, 22 Januari 2017

Al-Maut Perspektif Al-Qur'an

Al-maut bentuk masdar dari māta yamūtu, Banyak pengertian tentang hakekat mati, menurut orang yang tidak beragama mati adalah akhir kehidupan, bagi orang beragama adalah permulaan hidup baru, bagi kedokteran mati adalah jika manusia dan segala aorgannya tidak menjalalankan fungsinya. Menurut Charles Culver dan Bernard Gert, kematian adalah kegagalan permanen fungsi organisme secara keseluruhan. 

Term al-maut digunakan al Qur'an sebanyak 138 kali dalam berbagai makna.
a. Ketiadaan hidup,
Kematian adalah ketiadaan hidup dalam pentas dunia, tapi hidup di alam lain.
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS.Ali Imran:169)
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al Baqarah: 154)

b. Wafat dalam arti tidur Tidur
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan. (QS. al-An’am:60)
Al Baidhawi mengatakan pada saat mati berpisahnya nafs secara sempurna sedangkan pada saat tidur pemisahannya bersifat sementara

Arti lain dari al-maut berarti belum berwujud, ditunjukkan QS. Al Baqarah: 28, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. semua pada awalnya indera ini adalah mati kemudian dihidupkan dan nanti akan dikembalikan ke alam barzakh. Ibn Mas’ud ra, Qatadah dan Ad-Dhahak berpendapat bahwa mereka (manusia) adalah mati dalam tulang rusuk bapak mereka. Kemudian dihidupkan dan dimatikan di dunia ini. Dan masih ada beberapa makna lain, seperti hilangnya rasa hidup (QS. Maryam: 23), atau berarti kerasnya hati (QS Yaasin: 12).

Makna lain yang sejenis (murādif) dengan kematian
Wafat berasal dari kata wafa yang berarti memenuhi, membayar, wafat dalam arti kematian terdapat dalam 24 ayat, antara lain
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ..
Wafat dalam arti memenuhi berarti seseorang tercabut nyawanya karena telah terpenuhi segala rizki dan ajalnya. Sedangkan imsak dalam arti menahan, maksudnya Allah menahan nyawa seseorang dalam genggaman-Nya. Kesimpulan dari al-Raghib yang sangat menentramkan, bahwa istilah wafat dan imsak adalah sebagai salah satu isyarat betapa al Qur'an menilai kematian sebagai jalan menuju perpindahan ke sebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dibandingkan dengan keadaan dunia. Bukankah kematian adalah wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak berarti menahan di sisi-Nya.

Penyebab kematian
Satu-satunya penyebab kematian adalah ajal, Sakit bukan penyebab kematian. Ajal berarti ghāyah al-waqt (batas waktu). Menurut al Qurthubi, ajal adalah batas waktu yang telah ditentukan (QS.al-Am’am:2), sedangkan Quraish Shihab berpendapat bahwa ajal adalah batas akhir dari sesuatu. Ibn Katsir mengatakan dalam tafsirnya, ajal adalah segala sesuatu yang telah ditentukan waktu kematiannya. 

Kematian yang dimaksud sebagai ajal adalah rahasia tunggal Allah dan semua atas izinnya. Sya’rawi berpendapat, “seandainya ada seseorang yang akan membunih dirinya, maka dia tidak mati walau usahanya maksimal tanpa izin-Nya”

Ruh dan Nafs
Dalam persoalan ruh, kata ar-rūh karya Ibn Qoyyim Jauziah berpendapat, adanya ruh menjadikan kita hidup, yang memberikan kehidupan adalah nafs, karena itu nafs adalah sesuatu yang sangat berharga. Fenomena tidur adalah fenomena keluarnya nafs, bila terjaga maka antara ruh dan nafs menjadi satu. Berbeda dengan kematian yang mengeluarkan ruh secara keseluruhan tetapi setelah dikubur maka nafs akan kembali lagi.

Pencabut ruh adalah malakul maut, Ibn Abbas termasuk at-Thabari berpendapat malaikat maut itu satu tetapi mempunyai pembantu-pembantu yang banyak

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ
Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. al-An’am:61)
Ibn Abbas yang menyatakan bahwa malaikat maut itu satu tetapi mempunyai banyak pembatu-pembatu, itulah yang dimaksud dengan rasul-rasul kami, demikian dikemukakan oleh Jarir at-Thabari. Tetapi menurut pendapat al-Jamal, penggunaan jama’ dalam kata rusul dimaksudkan sebagai pengagungan saja. baca juga Kerburukan zina


Semoga bermanfaat,
Ciputat, 18 Desember 2016

Al Qur'an Membincang Takdir

Memang tulisan ini tidak sempurna dalam membincang takdir, paling tidak ini adalah langkah pertama untuk meneliti lebih jauh tentang arti takdir dalam al Qur'an. Kajian tentang takdir ini bukan bermakna tunggal, melalui perbedaan teori takdir tersebut melahirkan berbagai pendapat sesuai dengan faham yang dianutnya, sedikitnya ada tiga pemhaman, kelompok pertama berpendapat bahwa kemampuan manusia adalah segalanya, kelompok ini kemudian disebut dengan qadariyah, kelompok kedua berpandangan bahwa manusia hanyalah menerima, semua telah dikehendaki oleh Allah secara totalitas, kelompok ini kemudian disebuat dengan golongan jabbariyah, ada yang ditengah antara qadariyah dan jabariyah yang disebut dengan ahlisunnah.

Berbicara takdir tentu tidak bisa lepas dari arti qadha-qadar, tak kurang dari 120 ayat dan 58 surat dengan rincian 80 ayat turun di Mekah dan 40 ayat turun di Madinah, antara lain al-Qalam: 25, al Muzammil: 20, al-Mudatsir:18-20, al-A’la:3 dan seterusnya. Adapun yang madaniyah, seperti: al-Baqarah: 20, 106, 109, 236, 259, 264, 284, al-Anfal:41, ali Imran:26, 29, 165, 189. Dll.

Qadha berarti keputusan, takdir, ketentuan, sedangkan Qadar berarti kemampuan, ukuran Qadha dan qadar, ada perbedaan pendapat, sebagian berpendapat misalnya ar-Razi bahwa Qadha’ adalah ketentuan sejak zaman azali (terletak dalam ‘ilmillāh) sedangkan Qadar adalah realisasinya (terletak dalam irādah-Nya), namun adapula yang mengartikan sebaliknya, sedangkan menurut at-Thabari keduanya sama, yakni ketentuan Allah yang bersifat azali yang tertulis di lauh mahfudz., Taqdīr memberikan dua term tersebut, yaitu ketentuan Allah yang terkait dengan sesuaut baik berdasarkan kepastian atau kemungkinan. Term yang lain adalah Allah memberikan kemampuan.

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Yāsin: 38)

Qadariyah, Jabariyah dan posisi Ahlisunnah
Bagi aliran qadariyah, memandang manusia mempunyai kebeasan berkehendak, sedangkan bagi Jabariyah, manusia bersifat dipaksa dalam kehendaknya, adapun Ahlisunnah, berada posisi keduanya, disamping manusia Allah berkehendak, tetapi manusia juga diberi kemampuna untuk memilih (ikhtiyariy). Argumen mereka adalah

Qadariyah
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".. (Qs. Al Kahf:29) atau Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa: 111).

Jabariyah
“....maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya....” (al-Fathir:8) atau “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya....” (QS Al-Hadid :22)

Ahlussunnah
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(as-Shaffat:96) atau “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (al-Insan:30)

Saturday, August 19, 2017

Selayang Pandang Tentang Shalat


Kewajiban yang paling utama adalah shalat, dilihat dari namanya shalat berarti do’a, sering kita temukan orang orang yang terlalu fanatis kurang menghargai perbedaan tata cara dalam shalat, ia merupakan kewajiban yang harus dilakukan, baik sendiri atau berjama’ah baik menetap maupun musafir. Definisi Shalat adalah suatu pekerjaan yang diawali dengan takbirotul ihram dan di akhiri dengan salam, dengan syarat-syarat tertentu Rasyid Ridho menambahkan, dan sesuai dengan sunnah yang mutawattir

Rujukan sumber syarat dan rukunnya berasal dari al Qur'an dan diperjelas dengan hadits, bagi orang sunni kemudian dilakukan penafsiran oleh para ulama’ mujtahid.

Keutamaan Shalat
• Bertambahnya Sebuah Amal Perbuatan

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah 110).
Syaikh al-Bagawî mengatakan bahwasanya orang yang melakukan shalat dan menunaikan zakat akan mendapat tambahan suatu kebaikan yaitu berupa keta’atan dan perbuatan amal sholeh, Ibnu Katsir menjelaskan bahwasanya Allah mengatakan, sibukkan dirimu dengan apa yang bermanfaat bagimu, dan jangan tinggalkan itu maka kamu akan mendapatkan siksa di hari akhir sehingga mendapatkan buah apa yang telah dilakukannya

• Mendapatkan Pahala yang Mengalir
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah 277 )
Maksud amal sholeh disini yaitu perbuatan shalat dan menunaikan zakat. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwasanya seseorang yang melakukan amal sholeh yaitu berupa melakukan shalat dan menunaikan zakat akan mendapat pahala yang mengalir padanya.
• Menghapus Perbuatan Buruk
وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.


Ibnu Katsir menjelaskan وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ merupakan shalat subuh dan shalat magrib, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbâs, sedangkan zulafan min al-lail diartikan sebagai shalat Isya’, sesuai dengan hadits Ibn Abbas.

وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ: قَالَ: يَعْنِي الصُّبْحَ وَالْمَغْرِبَ
Sedangkan Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksut طَرَفَيِ النَّهَار adalah subuh pada awal pagi,  dzuhur, dan ashar pada akhir waktu. Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab al-Quradî dan al-Dzuhâk.

Syarat Shalat
1. Suci Sebelum Shalat, sebagaimana di dalam ayat tentang bersuci
Ibnu Katsîr menjelaskan lafad apabila melaksanakan shalat adalah dengan pengertian yaitu ketika kalian berdiri atau bangun dari tidur menuju ke shalat, kemudian menurut Imam Ahmad bin Hanbal, bahwasanya Nabi Muhammad saw wudhu pada setiap shalatnya, Jadi dapat diambil kesimpulan bahwasanya seseorang ketika ingin melakukan shalat maka seseorang tersebut harus suci.

2. Sehat Akalnya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan..
.
3. Menutup Aurat
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.[26]
Ibnu Katsir menjelaskan bahwasanya ayat ini merupakan ayat yang di tentang oleh orang-orang musyrik, bahwasanya Allah swt memerintahkan untuk memakai pakai yang indah atau bagus ketika akan masuk disetiap masjid. Seabgaimana yang dikatakan oleh Mujâhid, ‘Athâk, Ibrâhîm, Sa’îd bin Zubaîr, Qatadah, adapun warnanya menurut Imam Ahmad bahwasanya Nabi berkata: pakailah kalian semua pakaian putih, maka sesungguhnya putih itu suci dan baik/bagus, dan kafanilah kalian semua dengan itu ketika meninggal nanti

Rukun-Rukun Shalat
1. Membaca Surat
Membaca surat disini ialah membaca surat al-Fatihah, Q.S al-Muzzammil, 20.

إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ .....

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur'an.
Imam Abu Hanifah menunjukkan, bahwasanya ini ayat فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ menunjukan tidak adanya ketentuan membaca al-Fatihah dalam shalat, akan tetapi lebih mengumumkankanya yakni membaca surat al-Fatihah dalam shalat atau selainya sesuai dengan hadis ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ"
Kemudian hadis ini dijawab, oleh Jumhur ‘Ulama dengan hadis dari ‘Ubâdah bin al-Sâmit
, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ"
sesungguhnya Rasulullah saw janganlan shalat orang yang tidak membaca surat al-fatihah dari al-Qur’an

2. Rukuk dan Sujud
Secara maksut memang sudah mengarah kalau rukuk dan sujud merupakan rukun dari shalat. Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Ibnu Jarir at-Thabari mejelaskan ayat diatas bahwasanya يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا rukuklah kalian semua pada Allah dan sujudlah kalian pada shalat kalian, Imam al-Bagawî menjelaskan ayat ini dengan tafsiran: shalatlah kalian karna sesungguhnya shalat itu tidak ada kecuali didalamnya terdapat rukuk dan sujud. Imam Jâlaluddin al-Mahalli dan Al-Suyuti menafsirkan ayat ini وَافْعَلُوا الْخَيْرَ dengan melakukan silahturahim

Powered by Blogger.