Tafsir Tematik

BElajar Metode Tematik

Tuesday, September 19, 2017

Keburukan Zina dan Hukumannya

Zina berasal dari kata zanā-yaznī, kata ini terulang di dalam al Qur'an sebanyak sembilan kali. Pengertian zina sebagaimana al-Syatibi, mendefiniskan hubungan setubuh dengan perempuan (orang yang baligh) tanpa ikatan pernikahan yang sah. Menurut Ibnu Rusyd pengertian zina adalah persetubuhan yang dilakukan bukan karena ikatan nikah yang sah/semu nikah dan bukan karena pemilikan hamba sahaya. Adapun hubungan melalui jalur belakang (dubur) dianggap sebagai perbuatan zina secara praktiknya. Meskipun demikian, keduanya dianggap sama dengan perbuatan zina.

Al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan keburukan zina dan hukumnya, antara lain menjelaskan secara historis bahwa prilaku zina sudah dikenal sebelum Islam datang, sebagaimana perbuatan buruk lainnya seperti pencurian dan mabuk-mabukan. Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya, zina merupakan perbuatan yang merusak kehormatan manusia, tidak saja karena merugikan psikologis tapi juga berpengaruh kepada anak yang dilahirkan, karenanya wajar mendapat hukuman berat. Adapun nasab anak perzinahan ada dua pendapat, Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat, bila anak tersebut lahir setelah enam bulan perkawinan Ibu dan Bapaknya, maka dinasabkan kepada ibunya saja. Karena di duga ibunya telah berhubungan badan dengan orang lain. Implikasinya, tidak ada hukum waris antara anak zina dengan ayahnya. Menurut Quraish Shihab, Sementara ulama’ ada yang berpendapat, bahwa kelak dihari kiamat seorang anak akan dipanggil dinisbatkan kepada ibunya, hal itu dapat dipahami dari kata imam yang berasal dari kata umm yang berarti ibu.

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. (QS. al-Isra’:71)

Zina membunuh jaringan masyarakat, karena akan merusak jaringan nasab seseorang, menebar penyakit, mengancam urgensitas berkeluarga, dan sederet problem lainnya. Karena dampaknya yang demikian jahat, jangankan untuk melakukan, mendekatinya pun dilarang oleh Agama.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. al Isra`:32)

Dalam Tafsir Ibn Katsir dijelaskan, redaksi jangan kamu mendekati zina”, lebih kuat dibanding dengan jangan lakukan zina, karena di dalamnya menyangkut apa saja yang mengarah kepada perbuatan zina. Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyaf, ayat tersebut dengan redaksi faḥisyah (puncak perbuatan paling kotor), menunjukkan keharaman zina. Terminologi zina juga terkadang disematkan kepada perbuatan zina tangan, zina mata dan lain sebagainya.

Macam-macam Zina dan Hukumannya
a. Zina Mukhson
Praktik perzinahan yang dilakukan oleh orang-orang yang pernah berkeluarga, maksudnya pernah melakukan ikatan pernikahan yang sah, meskipun ia sudah bercerai dengan pasangan lamanya.
b. Zina Ghairu Mukhson
Praktik zina yang dilakukan oleh orang-orang yang belum pernah berkeluarga, dalam arti yang belum pernah melakukan ikatan pernikahan yang sah.

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.

Didahulukan kata zaniyah, karena pada masa itu wanita jahiliyah bangga dengan perbuatan zina. Dalam ayat tersebut hukuman bagi pezina adalah 100 kali cambukan, penjelasan fiqh diberikan ditambahkan dengan hukuman pengasingan diri selama satu tahun, bila yang berzina masih berstatus bujan/perawan. Landasannya adalah hadits Nabi saw.

Dari Ubadah bin Shamit r.a. Rosulullah saw. Bersabda: “Laksanakanlah hukumku, sesungguhnya Allah telah menetpkan bagi mereka yang berzina. Apabila bujang dan gadis (sama-sama belum menikah), hukumlah dera 100 kali dan penjara satu tahun. Apabila janda dan duda (sama-sama sudah kawin) yang berzina, maka hukumannya dera seratus kali dan rajam sampai mati.

Terdapat perbedaan dalam tata cara pelaksanaan hukuman cambuk. Menurut Imam Malik yang didera adalah punggung dan seputarnya serta diharuskan untuk menanggalkan baju. Menurut Imam Syafi’i yang didera seluruh anggota badan, kecuali kelamin dan muka yang harus dihindarkan, yang terkena hukuman harus menanggalkan baju. Menurut Abu Hanifah seluruh anggota badan, kecuali kelamin, muka dan kepala serta penaggalan baju. Sedangkan hukuman rajam, di dalam al Qur'an tidak ditemukan, tetapi ada pernyataan Umar ibn Khattab yang pernah melihat Nabi Muhammad SAW memerintahkan perajaman bagi mukhson.

Mempertimbangkan Kembali Hukuman Rajam
Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan cara mengenggelamkan tubuh seseorang kemudian dilempari batu berukuran sedang. Hukuman mati bagi pezina sudah dikenal sejak lama, dalam Perjanjjian Lama orang yang kedapatan tidur dengan perempuan yang bersuami maka harus dibunuh, termasuk perawan sekalipun. Dalam al Qur'an tidak ditemukan ayat tentang rajam, namun ada penjelasan bahwa ayat tersebut dihapus (dinaskh) tetapi masih ditetapkan hukumnya. Dikisahkan bahwa hukum rajam pernah diberlakukan kepada Ma`iz ibn Malik yang telah mengaku berzina. Dalam kontek kekinian, masihkah rajam harus berlaku?.

Dalam Kolom yang ditulis oleh Moqsith Ghazali, dalam Demokrasi Project, menjelaskan; pertama, hukum Rajam adalah syar’u man qablana (hukum pra-Islam), dalam hal ini ulama’ berbeda pandangan, sebagian ulama’ berpendapat, bahwa hukum tersebut akan diberlakukan bila tercantum di dalam al Qur'an, bukankah ada yang tidak berlaku seperti hukum membunuh diri bagi orang yang berbuat kezaliman

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَاقَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. al-Baqarah: 57)

kedua rajam dianggap tidak efektif karena yang bersalah sudah meninggal sebab rajam, ketiga rajam dianggap sebagai hkum yang merugikan kaum perempuan, karena cenderung diikuti oleh rasa tidak tanggung jawab bagi lak-laki yang bisa melarikn diri, apalagi harus menghadirkan empat saksi dan tahu akan proses terjadinya zina tersebut. Pihak perempuan tidak bisa mengelak atas dasar bukti janin yang dikandungnya. Kelompok yang berpegang secara tekstual akan menolak, karena tidak terdapat dalam al Qur'an. Bila kita sepakat bahwa hukum zina adalah perbuatan dosa besar maka sanksi hukum pezina adalah dikurung dalam rumah seumur hidup, sebagaimana firman Allah swt:

وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. (QS. an-Nisa’15)

1 comment:

Powered by Blogger.