Tafsir Tematik

BElajar Metode Tematik

Thursday, August 24, 2017

Al Qur'an Membincang Takdir

Memang tulisan ini tidak sempurna dalam membincang takdir, paling tidak ini adalah langkah pertama untuk meneliti lebih jauh tentang arti takdir dalam al Qur'an. Kajian tentang takdir ini bukan bermakna tunggal, melalui perbedaan teori takdir tersebut melahirkan berbagai pendapat sesuai dengan faham yang dianutnya, sedikitnya ada tiga pemhaman, kelompok pertama berpendapat bahwa kemampuan manusia adalah segalanya, kelompok ini kemudian disebut dengan qadariyah, kelompok kedua berpandangan bahwa manusia hanyalah menerima, semua telah dikehendaki oleh Allah secara totalitas, kelompok ini kemudian disebuat dengan golongan jabbariyah, ada yang ditengah antara qadariyah dan jabariyah yang disebut dengan ahlisunnah.

Berbicara takdir tentu tidak bisa lepas dari arti qadha-qadar, tak kurang dari 120 ayat dan 58 surat dengan rincian 80 ayat turun di Mekah dan 40 ayat turun di Madinah, antara lain al-Qalam: 25, al Muzammil: 20, al-Mudatsir:18-20, al-A’la:3 dan seterusnya. Adapun yang madaniyah, seperti: al-Baqarah: 20, 106, 109, 236, 259, 264, 284, al-Anfal:41, ali Imran:26, 29, 165, 189. Dll.

Qadha berarti keputusan, takdir, ketentuan, sedangkan Qadar berarti kemampuan, ukuran Qadha dan qadar, ada perbedaan pendapat, sebagian berpendapat misalnya ar-Razi bahwa Qadha’ adalah ketentuan sejak zaman azali (terletak dalam ‘ilmillāh) sedangkan Qadar adalah realisasinya (terletak dalam irādah-Nya), namun adapula yang mengartikan sebaliknya, sedangkan menurut at-Thabari keduanya sama, yakni ketentuan Allah yang bersifat azali yang tertulis di lauh mahfudz., Taqdīr memberikan dua term tersebut, yaitu ketentuan Allah yang terkait dengan sesuaut baik berdasarkan kepastian atau kemungkinan. Term yang lain adalah Allah memberikan kemampuan.

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. (Qs. Yāsin: 38)

Qadariyah, Jabariyah dan posisi Ahlisunnah
Bagi aliran qadariyah, memandang manusia mempunyai kebeasan berkehendak, sedangkan bagi Jabariyah, manusia bersifat dipaksa dalam kehendaknya, adapun Ahlisunnah, berada posisi keduanya, disamping manusia Allah berkehendak, tetapi manusia juga diberi kemampuna untuk memilih (ikhtiyariy). Argumen mereka adalah

Qadariyah
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".. (Qs. Al Kahf:29) atau Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa: 111).

Jabariyah
“....maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya....” (al-Fathir:8) atau “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya....” (QS Al-Hadid :22)

Ahlussunnah
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".(as-Shaffat:96) atau “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (al-Insan:30)

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.