Tafsir Tematik

BElajar Metode Tematik

Thursday, August 24, 2017

Al-Qur'an berbicara Ikhlas dalam Beramal

Ikhlas secara bahasa berasal dari kata akhlasa-yukhlisu-ikhlās yang berarti jujur, tulus dan rela, sesuai dengan konteks kalimatnya, juga bisa berarti jernih, selamat, sampai, memisahkan diri atau perbaikan dan pembersihan sesuatu. Dalam al Qur'an kata ikhlas terulang 31 kali yang tersebar dalam 18 surat, QS. al-Bayyinah:5, al-A’raf: 29, QS. al-Hijr:40, Az-Zumar: dapat diklasifikasikan secara ringkas
Menurut Muhammad Abduh, ikhlas beragama untuk Allah semata, dengan tidak mengakui makhluk lain ada kesamaannya. Adapaun Imam Ghazali berpendapat, ikhlas adalah melakukan amal kebaikan semata mata karena Allah, 

Perbuatan ikhlas mempunyai peranan penting terhadap sah tidaknya suatu amal perbuatan, paling tidak, ada dua syarat yang harus dijadikan pedoman supaya amal kita diterima oleh Allah oleh Allah, yaitu perbuatan yang dilakukan benar menurut aturan syara’, kemudian amal perbuatan terebut harus bersih, ikhlas semata mata karena Allah swt, terkait dengan tauhid kepada Allah. Dalam al Qur'an Allah berfirman:


الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Ibn Abbas menafsirkan aḥsanu ‘amalan dengan arti paling ikhlas, sedangkan at-Tustari menambahkan dengan penafsiran paling benar dan ikhlas, pendapat yang sama juga datang dari Ibnu Katsir dalam menafsirkan surat al-A’raf: 29

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan keta`atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)". (QS. al-A’raf: 29)

Ibnu Katsir memberikan komentar, bahwa Allah memerintahkan untuk berbuat istiqamah, dengan cara mengikuti ajaran Allah dan rasulnya dengan benar dan ikhlas. Amal perbuatan apapun harus disandarkan kepada Allah sebagai tempat tujuannya, itulah yang disebut dengan beragama secara lurus. Allah berfirman

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. al-Bayyinah: 5)

Ikhlas akan menjadi benteng amal paling kuat, hingga Iblispun tak mampu menembusnya, ayat yang paling jelas terkait dengan hal ini adalah firman Allah.

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (QS. al-Hijr: 39-40)
Pada puncaknya, sifat orang yang ikhlas adalah menghadapkan diri secara murni kepada ajaran Allah dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi, hingga menemui kematiannya,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, (QS. al-An’am: 162)


وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (QS. ar-Ra’ad: 22)

Perbuatan yang Merusak Ikhlas
Ikhlas dalam beragama sebagaimana pendapat Muhammad Abduh di atas, ialah membersihkan semua prilaku yang bertendensi selain Allah, beralih dengan berprilaku hanya semata-mata karena Allah, bukan untuk popularitas atau anggapan baik menurut orang lain. Dengan demikian, maka hal-hal yang merusak ikhlas dapat diketahui antara lain riya’, sum’ah, nifaq dan yang terpenting lagi adalah tidak menyekutukan Allah (syirk). 

Riya’ adalah penyakit abstrak, namun dapat dideteksi melalui beberapa tanda; perbuatan baiknya bertambah bila mendapat pujian dan berkurang bila mendapat celaan, tekun beribadah di hadapan orang dan malas bila dalam kesendirian, mengaku amal perbuatannya karena Allah tetapi dalam hatinya mengharap pamrih. Dalam QS. al Baqarah: 264, perbuatan riya’ dapat menyapu amal kebaikan sebagaimana debu diatas batu licin yang disapu hujan.

Sum’ah menceritakan perbuatan baiknya kepada orang lain supaya mendapat simpati dari orang lain, Nifaq adalah perbuatan kebajikan di depan orang banyak supaya orang orang menyatakan bahwa perbuatannya itu benar. Hal terpenting yang merusak ikhlas adalah men-sekutukan Allah swt.

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. (QS. az-Zumar:2)
Semoga bermanfaat…!!


Ciputat, 22 Januari 2017

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.